Seingatku, memang seperti ini (!)






Sekitar lima tahun yang lalu ketika aku selesai menamatkan studi strata satu dan sambil mocok-mocok (kerja serabutan) bersama salah seorang dosen terselip satu pembicaraan yang cukup kuingat hingga kini dan kuyakini bahwa percakapan itu benar adanya hingga saat ini.
Tersebutlah pada siang yang panas, dosen itu berkata “abis tamat ini mau kemana kau Nu ?” Katanya kepadaku, langsung aku menjawab “lanjut kuliah lah mungkin, kalau ada duit”, ia langsung menyergah dan berkata “ngapain kau kuliah lagi, bagus kau duduk di ruangan itu (sambil menunjuk salah satu ruangan seperti perpustakaan dimana buku-buku berserakan), kau baca itu semua sampai habis, keluar dari sini udah setara doktor kau itu, percayalah !.” Katanya padaku.
Sugest itu berlaku dalam kurun waktu tahun-tahun berikutnya, hari demi hari kuhabiskan duduk di ruangan itu mengerjakan pekerjaan dan sambil membaca buku demi buku, dari filsafat merambat ke agama kemudian menjalar ke novel bertautan pada studi kebudayaan hingga berbatas sunyi. Sekian banyak putaran waktu kupergunakan untuk aktifitas itu walaupun terkadang diselipi rasa gondok, kesal dan kecewa karena hanya duduk, membaca, duduk, membaca dan diselingi menatap layar monitor komputer berukuran 15 inchi yang sedang menayangkan proses rendering video ataupun editing suara.
Setahun setelah itu kemudian kuputuskan melanjutkan kuliah strata dua antropologi dan keluar sejenak dari ruangan yang disesaki beragam pengetahuan. Iseng adalah kata pertama yang merujuk pada tingkahku untuk mencoba apakah benar perkataan waktu yang lalu mengenai efek membaca itu dan secara jelas hal itu memang benar, seakan-akan keberadaanku di ruangan yang penuh buku telah menjelajahi beragam sudut di dunia secara virtual dan memiliki kemampuan untuk menautkan satu sama lain dalam suatu deksripsi singkat, tentu hal ini membantu proses perkuliahan yang kujalani pada saat itu.
Pengalaman “dikurung” dalam ruangan perpustakaan tidak hanya sampai sebatas cerita membaca, terkadang ada juga kesempatan bertemu beberapa pemikir lintas ilmu yang sudi berbagi pengalaman dan pengetahuan, hal ini kupergunakan untuk menambah bobot bacaan yang disertai dengan bertemu bahkan bertanya kepada beberapa ilmuwan mumpuni di bidangnya mengenai korelasi bacaan dan fakta dilapangan.
Pada saat menjelang lulus kuliah, dosen itu kembali bertanya “bagaimana ? Udah jadi doktor kau ?!” Aku menjawab mantap saat itu “Iya bang, udah doktor ini tapi gak punya surat-surat hehehe” sambil tertawa panjang.
Cerita pendek ini bercerita bahwa dunia tak selebar daun kelor, kita bisa menjadi apa yang kita inginkan (walaupun hanya sekedar duduk dan memegang buku kecil).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Krisis Metode Penelitian Antropologi (Observasi Partisipasi Dan Kedudukan Peneliti Dalam Suatu Penelitian Antropologi)

Rumah Sakit Deli Maatschappaij; Ikon Sejarah Kesehatan dan Aspek Legalitas

BAGAS GODANG; Simbol Ornamentasi Rumah Tradisional Mandailing