Konsentrasi Politik Pilkada - Sumatera Utara 2008
Konsentrasi Politik Pilkada – Sumatera Utara[1]
IBNU AVENA MATONDANG[2]
Pembuka
Masa-masa menjelang dan memasuki masa kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) telah menimbulkan suatu energi baru kepada setiap individu masyarakat, masyarakat mengimpikan calon pemimpin daerah yang tanggap dan proaktif terhadap keinginan masyarakat, kebutuhan singkat yang diharapkan masyarakat kelak akan terwujud melalui hasil Pilkada.
Kehidupan demokrasi yang berproses telah menciptakan suasana yang mengikat setiap masyarakat untuk menyalurkan aspirasi politik, kebutuhan dan kemampuan politik praktis masyarakat telah melalui progresifitas yang melambung. Setiap kemampuan dan kesadaran politik masyarakat akan teruji kelak dalam ajang pilkada. Akankah Pilkada – Sumatera Utara dapat mencapai tahapan yang seimbang antara birokrat dan masyarakat ?.
Kesadaran Politik
Masyarakat Indonesia telah melalui proses tahapan pembelajaran politik yang mengejutkan, dimulai dari masa reformasi sampai pada era Pilkada saat sekarang ini, kemampuan yang telah terasah dan teruji oleh waktu akan dibuktikan loyalitasnya pada Pilkada.
Masyarakat Sumatera Utara yang hidup multikulturalis menjadi bukti pembuktian dari penyelenggaraan Pilkada. Multikulturalis adalah kata yang banyak diperdengarkan pada masa-masa kampanye Pilkada – Sumatera Utara, sebagai suatu modal politik, multikulturalis merupakan sebuah modal pinjaman yang memiliki keuntungan besar namun memiliki ekses kerugian yang sanggup meruntuhkan jalannya proses demokrasi. Peta komposisi masyarakat turut menentukan peta perpolitikan Sumatera Utara kedepannya.
Dimulai pada era reformasi telah menjadi pemicu giat politik masyarakat, yang bergeliat bergerak untuk menunjukkan esksistensi sebenarnya. Pada masa sebelumnya sudah menjadi rahasia umum, setiap yang berhubungan dengan pemilihan akan terkait dengan sistem “tutup mata pasti menang,” masyarakat telah belajar dengan giat bagaimana politik akan dimainkan berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada.
Bola politik telah bergulir dengan cepat sehingga masyarakat harus tanggap dengan situasi yang mungkin terjadi, para birokrat tidak lagi dapat bermain bola politik tnpa wasit dan penonton, keadaan telah berputar. Kesadaran-kesadaran politik telah muncul dalam diri setiap masyarakat, sebagai pembuktian adalah dengan munculnya perihal calon independen, dimana calon dapat berdiri mandiri dan nantinya akan menjadi rebutan setiap partai politik.
Kesadaran-kesadaran politik yang muncul menjadi sumber energi baru bagi perjalanan politik Indonesia kedepannya. Bagi masyarakat Sumatera Utara inilah pertarungan politik sebenarnya, setiap calon yang maju harus siap menerima kekalahan dengan damai. Masyarakat tidak lagi mengharapkan janji-janji tapi bukti namun semua itu tetap hanyalah janji kosong, masyarakat telah terlena dengan berbagai akal bulus yang ditawarkan.
Pada event Pilkada yang telah dilaksanakan telah menimbulkan sikap pro dan kontra akan tetapi hal tersebut merupakan bagian dari proses pembelajaran politik yang panjang, bagi masyarakat Sumatera Utara hal tersebut dapat menjadi bahan acuan dalam penyelenggara Pilkada – Sumatera Utara.
Konsentrasi Politik
Penyelenggaraan Pilkada – Sumatera Utara telah menjadi suatu fenomena yang syarat dengan muatan konsentrasi politik, ada benang merah yang menghubungkan antara calon, hal ini dapat dicermati sebagai suatu bentuk perpecahan, loyalitas atau sikap kegamangan politik semata.
Setiap calon berebut meraih massa pendukung dengan basisnya masing-masing, meminjam konsep culture area, setiap calon berebut massa multikulturalis Sumatera Utara berdasarkan basisi culture area.
Benang merah yang menghubungkan antar calon telah menjadi indikasi konsentrasi politik demi suatu kepentingan yang besar dan terpendam, secara kasat mata tindakan-tindakan yang dilakukan layaknya perpecahan sebaliknya upaya-upaya mempersatukan kekuatan melalui bagian-bagian terpecah gencar dilakukan, masyarakat melek politik telah melihat indikasi tersebut sebagai suatu tindakan kebuntuan politik.
Pilkada Sumatera Utara yang akan dilaksanakan dalam beberapa hari kedepan menjadi suatu ujian bagi masyarakat, apakah proses panjang jalan demokrasi telah berjalan sesuai dengan aspirasi masyarakat atau hanyalah suatu sandiwara yang mempertontonkan politik sebagai tokoh serta upaya perpecahan demi kesatuan sebagai tujuan utama.
Persembahan Masyarakat
Masyarakat sebagai bagian dominan dalam Pilkada memiliki peran penting dan menentukan kelangsungan proses demokrasi yang diwakili oleh Pilkada, berbagai fenomena Pilkada yang terjadi di berbagai penjuru Nusantara haruslah menjadi pembimbing bagi setiap calon maupun masyarakat demi mewujudkan proses demokrasi yang baik serta dapat mempertontonkan kedewasaan dalam berpolitik, masyarakat Sumatera Utara akan mempersembahkan suatu karya politik melalui Pilkada kehadapan kita semua, masyarakat lainnya berharap proses demokrasi itu akan berlangsung dengan damai dan dapat menampung kegelisahan yang melanda masyarakat sekarang ini.
[1] Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.
[2] Penulis merupakan mahasiswa departemen antropologi FISIP – USU.
IBNU AVENA MATONDANG[2]
Pembuka
Masa-masa menjelang dan memasuki masa kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) telah menimbulkan suatu energi baru kepada setiap individu masyarakat, masyarakat mengimpikan calon pemimpin daerah yang tanggap dan proaktif terhadap keinginan masyarakat, kebutuhan singkat yang diharapkan masyarakat kelak akan terwujud melalui hasil Pilkada.
Kehidupan demokrasi yang berproses telah menciptakan suasana yang mengikat setiap masyarakat untuk menyalurkan aspirasi politik, kebutuhan dan kemampuan politik praktis masyarakat telah melalui progresifitas yang melambung. Setiap kemampuan dan kesadaran politik masyarakat akan teruji kelak dalam ajang pilkada. Akankah Pilkada – Sumatera Utara dapat mencapai tahapan yang seimbang antara birokrat dan masyarakat ?.
Kesadaran Politik
Masyarakat Indonesia telah melalui proses tahapan pembelajaran politik yang mengejutkan, dimulai dari masa reformasi sampai pada era Pilkada saat sekarang ini, kemampuan yang telah terasah dan teruji oleh waktu akan dibuktikan loyalitasnya pada Pilkada.
Masyarakat Sumatera Utara yang hidup multikulturalis menjadi bukti pembuktian dari penyelenggaraan Pilkada. Multikulturalis adalah kata yang banyak diperdengarkan pada masa-masa kampanye Pilkada – Sumatera Utara, sebagai suatu modal politik, multikulturalis merupakan sebuah modal pinjaman yang memiliki keuntungan besar namun memiliki ekses kerugian yang sanggup meruntuhkan jalannya proses demokrasi. Peta komposisi masyarakat turut menentukan peta perpolitikan Sumatera Utara kedepannya.
Dimulai pada era reformasi telah menjadi pemicu giat politik masyarakat, yang bergeliat bergerak untuk menunjukkan esksistensi sebenarnya. Pada masa sebelumnya sudah menjadi rahasia umum, setiap yang berhubungan dengan pemilihan akan terkait dengan sistem “tutup mata pasti menang,” masyarakat telah belajar dengan giat bagaimana politik akan dimainkan berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada.
Bola politik telah bergulir dengan cepat sehingga masyarakat harus tanggap dengan situasi yang mungkin terjadi, para birokrat tidak lagi dapat bermain bola politik tnpa wasit dan penonton, keadaan telah berputar. Kesadaran-kesadaran politik telah muncul dalam diri setiap masyarakat, sebagai pembuktian adalah dengan munculnya perihal calon independen, dimana calon dapat berdiri mandiri dan nantinya akan menjadi rebutan setiap partai politik.
Kesadaran-kesadaran politik yang muncul menjadi sumber energi baru bagi perjalanan politik Indonesia kedepannya. Bagi masyarakat Sumatera Utara inilah pertarungan politik sebenarnya, setiap calon yang maju harus siap menerima kekalahan dengan damai. Masyarakat tidak lagi mengharapkan janji-janji tapi bukti namun semua itu tetap hanyalah janji kosong, masyarakat telah terlena dengan berbagai akal bulus yang ditawarkan.
Pada event Pilkada yang telah dilaksanakan telah menimbulkan sikap pro dan kontra akan tetapi hal tersebut merupakan bagian dari proses pembelajaran politik yang panjang, bagi masyarakat Sumatera Utara hal tersebut dapat menjadi bahan acuan dalam penyelenggara Pilkada – Sumatera Utara.
Konsentrasi Politik
Penyelenggaraan Pilkada – Sumatera Utara telah menjadi suatu fenomena yang syarat dengan muatan konsentrasi politik, ada benang merah yang menghubungkan antara calon, hal ini dapat dicermati sebagai suatu bentuk perpecahan, loyalitas atau sikap kegamangan politik semata.
Setiap calon berebut meraih massa pendukung dengan basisnya masing-masing, meminjam konsep culture area, setiap calon berebut massa multikulturalis Sumatera Utara berdasarkan basisi culture area.
Benang merah yang menghubungkan antar calon telah menjadi indikasi konsentrasi politik demi suatu kepentingan yang besar dan terpendam, secara kasat mata tindakan-tindakan yang dilakukan layaknya perpecahan sebaliknya upaya-upaya mempersatukan kekuatan melalui bagian-bagian terpecah gencar dilakukan, masyarakat melek politik telah melihat indikasi tersebut sebagai suatu tindakan kebuntuan politik.
Pilkada Sumatera Utara yang akan dilaksanakan dalam beberapa hari kedepan menjadi suatu ujian bagi masyarakat, apakah proses panjang jalan demokrasi telah berjalan sesuai dengan aspirasi masyarakat atau hanyalah suatu sandiwara yang mempertontonkan politik sebagai tokoh serta upaya perpecahan demi kesatuan sebagai tujuan utama.
Persembahan Masyarakat
Masyarakat sebagai bagian dominan dalam Pilkada memiliki peran penting dan menentukan kelangsungan proses demokrasi yang diwakili oleh Pilkada, berbagai fenomena Pilkada yang terjadi di berbagai penjuru Nusantara haruslah menjadi pembimbing bagi setiap calon maupun masyarakat demi mewujudkan proses demokrasi yang baik serta dapat mempertontonkan kedewasaan dalam berpolitik, masyarakat Sumatera Utara akan mempersembahkan suatu karya politik melalui Pilkada kehadapan kita semua, masyarakat lainnya berharap proses demokrasi itu akan berlangsung dengan damai dan dapat menampung kegelisahan yang melanda masyarakat sekarang ini.
[1] Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.
[2] Penulis merupakan mahasiswa departemen antropologi FISIP – USU.
Komentar
Demokrasi
demokrasi
dari rakyat????
untuk rakyat????
oleh rakyat????
salam kenal..
salut dengan buah pikirnya
semoga kita bisa berdiskusi