Berawal Dari Sejarah Menatap Masa Depan


Berawal Dari Sejarah Menatap Masa Depan
Ibnu Avena Matondang

Akhir-akhir ini kita sebagai bagian masyarakat Kota Medan disuguhkan berita mengenai penggusuran villa kembar yang terletak di Jalan Diponegoro dan menjadi persoalan ketika proses penggusuran tersebut menyebabkan hilangnya salah satu aset sejarah perkembangan Kota Medan, problematika ini harus segera diselesaikan agar kedepannya kita mampu belajar dari masa lalu untuk menatap kedepan.

Sekilas Kota Medan
Keberadaan Kota Medan sebagai sebentuk kota tidak lepas dari perjalanan sejarah yang membentuknya, secara kasat mata hal ini masih tampak pada beberapa bangunan dengan nilai sejarah tinggi yang tersebar dibeberapa wilayah, usaha untuk melestarikan bangunan bersejarah di Kota Medan tidak pernah padam seiring dengan tumbuhnya kesadaran dari masyarakat untuk mau belajar dari sejarah namun dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pembentukan kota dengan orientasi keuntungan ekonomis telah mengorbankan berbagai aset sejarah seperti bangunan eks Kantor Kota yang terletak dipersimpangan Jalan Raden Saleh dan Kesawan dimana bangunan tersebut tertutup bagi akses publik berikutnya ada bangunan perumahan eks PJKA yang terletak di Jalan Jawa tepatnya dibalik Titi Gantung serta Gedung Arsip dan banyak lain yang telah menjadi korban keganasan pembangunan-isme untuk mengejar keuntungan semata mengorbankan sejarah panjang terbentuknya Kota Medan.
beragamnya bangunan bersejarah di Kota Medan tidak lepas dari peran terbentuknya Medan sebagai kota, sejalan dengan pendapat Syuhada (2009) yang menyebutkan bahwa Medan terbentuk sebagai kota karena memiliki potensi yang menjanjikan, begitu juga dengan Said (1977) yang bercerita mengenai perkembangan Medan menjadi Kota melalui usaha tembakau, telaah sejarah dan antropologis telah memberikan analisis yang tepat mengenai keberadaan Medan sebagai Kota dengan nilai yang tinggi dalam aspek bangunan, masyarakat dan sosialitasnya.

Melihat keberadaan vila kembar
bangunan yang berjejer dijalan diponegoro medan merupakan aset dengan nilai sejarah tinggi yang dapat membuktikan secara ilmiah mengenai perkembangan wilayah medan menjadi bentuk kota, pada saat ini apabila kita berjalan dari arah simpang Jalan Zainul Arifin menuju Lapangan Benteng maka disebelah kiri kita akan melihat hilangnya dua bangunan sejarah yang turut serta dalam proses perkembangan Medan menjadi kota. apabila kita mau mengingat tentunya masih terekam dalam ingatan ketika salah satu dalam jejeran rumah tersebut masuk dalam film yang dibintangi oleh Ikang Fawzi dan Marissa Haque pada akhir 80'an hal ini tentu turut berperan dalam usaha pendokumentasian perkembangan jejeran bangunan tersebut dan juga sebagai usaha promosi bangunan dengan nilai arsitektur campuran Eropa, Cina dan Melayu.
pemerintah sebagai pemegang kekuasaan harus berperan aktif dalam masalah ini, Pemko Medan yang membawahi wilayah Medan dan Pemprovsu sebagai atasan dari Pemko Medan tidak menunjukkan tajinya dalam masalah ini, kedua unsur pemerintahan ini terkesan tutup mata dalam masalah-masalah penggusuran bangunan bernilai sejarah, seharusnya Pemko Medan dapat memberikan izin wilayah mana yang diperbolehkan membangun bangunan dan bangunan yang bagaimana yang boleh digusur namun sepertinya hal ini terlupakan oleh Pemko Medan.beberapa elemen masyarakat telah menyuarakan tentang hilangnya beberapa bangunan bersejarah di Kota Medan namun aparat pemerintah tidak melihat usaha tersebut sebagai proses pelestarian cagar sejarah.

Realitas
Kenyataan terhadap apa yang terjadi atas dua bangunan yang terletak di Jalan Diponegoro atau lebih dikenal dengan sebutan "Vila Kembar" adalah suatu proses pembangunan secara fisik untuk menata kehidupan kota, hal ini kemudian terlupakan dengan hadirnya tentangan yang membawa aspek historis dalam ranah pembangunan, memang aspek historis sejatinya merupakan masa lalu yang menjadi pelajaran berharga bagi kehidupan sekarang dan masa depan akan tetapi proses pembangunan harus berlanjut dan berkembang hal inilah yang terlupakan pada saat sekarang ini.
Pemko Medan sebagai pemegang kekuasaan terhadap wilayah memiliki peran penting dalam proses penghancuran terhadap Vila Kembar yang bertujuan membentuk Kota Medan menjadi sebuah kota secara utuh dari segi fisik dan non-fisik. Keputusan yang diambil merupakan hasil olah pikir dari pemegang kekuasaan dengan mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain historis semata, fakta dilapangan bahwa Vila Kembar tersebut tidak lebih dari dua bangunan tua yang tidak terawat dan menjadi tempat tinggal para gelandangan pada sisi negatifnya, sebagai bangunan tua yang tidak terawat tentunya bangunan tersebut menimbulkan kesan yang merusak tatanan lingkungan perkotaan dan pandangan mata secara normatif.
Perbincangan mengenai proses penghancuran terhadap dua bangunan Vila Kembar yang ramai pada saat sekarang adalah suatu pilihan yang tidak bijaksana mengingat masyarakat tidak memiliki akses langsung terhadap bangunan tersebut dan kiranya fenomena ini bagaikan "pahlawan kesiangan", dimana disaat fenomena ini menyeruak kemudian berlomba-lomba untuk menentang sedangkan pada saat fenomena ini "adem ayem" tidak satupun yang peduli.
Proses penghancuran terhadap beberapa bangunan lama di Kota Medan bukanlah suatu hal yang ganjil terjadi mengingat banyaknya penggusuran terhadap beberapa bangunan yang memiliki bangunan bersejarah dimana tidak ada pihak yang turut memberi andil untuk melindungi atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa tindakan yang menolak penghancuran terhadap beberapa bangunan bersejarah di Kota Medan merupakan "hitung-hitung diatas kertas" yang tidak memberikan hasil, contohnya seperti penggusuran terhadap bangunan rumah zaman Belanda atau eks-PJKA yang terletak di Jalan Jawa Medan tepatnya dibalik Titi Gantung, kemudian proses pembangunan yang terjadi terhadap gedung eks-Kantor Kota yang terletak dipersimpangan antara Jalan Raden Saleh dan Kesawan yang tidak membuahkan hasil maksimal yang pada kenyataannya keberadaan gedung baru memberikan dampak positif bagi perkembangan Medan sebagai bentuk Kota.
Realitas yang terjadi terhadap bangunan tua dan bersejarah di Kota Medan adalah berdiri untuk menghadapi tantangan zaman dan memberikan arti fungsi bagi kehidupan masyarakat pada saat sekarang ini.

Fungsi
Berbicara mengenai fungsi yang secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu proses melekatkan arti bagi sesuatu hal sehingga memiliki nilai dan kaitannya dengan penghancuran terhadap bangunan lama dan bersejarah di Kota Medan adalah dua sisi yang berbeda, dimana pada satu sisi keberadaan bangunan lama dan bersejarah adalah aset historis namun pada sisi lainnya kehadiran bangunan tersebut pada saat sekarang ini kehilangan fungsi baik sebagai bangunan ataupun fungsi lainnya. Vila Kembar yang menurut ceritanya adalah bangunan vila yang dibangun pada era Tembakau Deli sudah sejak lama kehilangan fungsi hal ini dapat dilihat dari sedikitnya masyarakat yang mengetahui tentang sejarah bangunan tersebut dan sudah sejak lama bangunan tersebut terlantar.
Fungsi inilah yang layak dipertanyakan pada saat sekarang ini, apakah bangunan tersebut masih memiliki fungsi secara nyata atau hanya sekedar memiliki nilai nostalgia semata ?, kalaulah beranda-andai mengapa masyarakat tidak serta-merta menyumbang untuk membeli dan mengembalikan fungsi dari bangunan-bangunan tersebut dan tentu saja didukung oleh Pemerintahan Kota Medan yang memegang kekuasaan dan tidak hanya duduk dan berbicara mengenai usaha pelestarian bangunan bersejarah tanpa ada aksi langsung atau minimal dapat membuka akses terhadap masyarakat luas.
Usaha pembangunan secara fisik juga turut memberikan andil terhadap fungsi dan memiliki makna yang terikat pada dimensi waktu sehingga perubahan zaman secara perlahan tapi pasti menggerus fungsi dan menggantikannya dengan bangunan baru dan fungsi yang baru pula, fenomena yang terjadi adalah bagian dari problematika pembangunan (fisik) yang berbentur dengan makna fungsi dan perubahan waktu hal ini sejalan dengan istilah yang menyebutkan "waktu berubah dan kita ikut berubah didalamnya".

Masa Depan
secara antropologis dapat dilihat perkembangan kota medan apabila melihat perkembangan dan pembangunan yang dilakukan sekarang ini maka kota medan akan berubah menjadi kota mati dengan jumlah penduduk yang tinggi dan jumlah bangunan yang berlebih dan pada akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem kehidupan, menariknya Harahap (2007) mengatakan bahwa kota tidak semata-mata dilihat dari landasan ekonominya, kota utamanya adalah kemunculan/pembentukan sosial dari masyarakat penghuni kota tersebut, dengan fokus pada terbentuknya aspek sosial yang turut serta didalamnya faktor fisik (bangunan) dan non-fisik (sosial-budaya) sehingga kota Medan terbentuk dari sosial masyarakat semata melainkan pembangunan bangunan secara fisik tanpa menyertakan faktor kemanusiaan dalam pembangunan.
Pada waktu berikutnya hendaknya proses pembangunan di Kota Medan memperhatikan aspek sosial, sejarah dan fungsi sehingga proses pembangunan yang dilakukan bukanlah pembangunan fisik semata melainkan pembangunan yang seimbang antar faktor fisik dan non-fisik, usaha terobosan untuk menyikapi problematika ini adalah mengedepankan usaha yang terbuka dari pihak pemerintah kepada masyarakat luas untuk dapat turut serta dalam usaha pembangunan dengan membuka akses kepada masyarakat luas terhadap proses pembangunan yang akan diberi izin oleh lembaga pemerintahan.
Proses penggusuran terhadap dua bangunan villa kembar di Jalan Diponegoro berlangsung saat ini namun usaha untuk melestarikan bangunan bernilai sejarah di Kota Medan belum selesai, setidaknya masih banyak anggota masyarakat yang mampu dan mau menceritakan kepada generasi berikutnya mengenai keberadaan bangunan tersebut dan peranannya dalam perkembangan Kota Medan serta siapa pihak yang bertanggungjawab menghilangkan jejak sejarah perkembangan Kota Medan.

Referensi :
- Chang, Queeny. Memoirs of a Nonya; Kisah Hidup dan Cinta Seorang Wanita Cina Terkaya di Medan, MM Corp, Jakarta, 2005
- Said, Muhammad. Suatu Zaman Gelap Di Deli; Koeli Kontrak Tempo Doeloe Dengan Derita dan Kemarahannya, Percetakan Waspada, Medan, 1977.
- Syuhada, Ihsan. Kontroversi Hari Jadi Kota Medan, Skripsi S1, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, 2009, tidak diterbitkan.
- Harahap, Irwansyah. Huta dan Kota : Apa Maknanya Bagi Kita ?, Proceddings International Seminar, The Knowledge City: Spirit, Character and Manifestation. Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007.
- Matondang, Ibnu Avena. Kumpulan Foto Etnografi Sumatera Utara, 2009, tidak diterbitkan.

Komentar

Lucki Armanda mengatakan…
sedep ah tulisannya,.. maju terus antropolog indonesia,.. hehehe :-)

Postingan populer dari blog ini

BAGAS GODANG; Simbol Ornamentasi Rumah Tradisional Mandailing

Antropologi Visual

Krisis Metode Penelitian Antropologi (Observasi Partisipasi Dan Kedudukan Peneliti Dalam Suatu Penelitian Antropologi)