JAMU LAUT, KENDURI LAUT, KENDURI NELAYAN

JAMU LAUT, KENDURI LAUT, KENDURI NELAYAN

Istilah serupa berbeda makna; ketika politik merasuk kultural

Analisis wacana antropologi pariwisata dalam acara 'Kenduri Nelayan / 12.02.2011

Abstraksi
Penyelenggaran Kenduri Nelayan yang erat kaitannya dengan proses ritual-budaya dalam aplikasinya telah berubah bentuk menjadi bagian dari ritual-politik, hal ini berdasarkan pengamatan lapangan selama kegiatan 'Kenduri Nelayan di Pantai Putra Deli – Deli Serdang', yang memperlihatkan kegiatan-kegiatan politis secara implisit.
Balutan ritual-budaya menjadi kendaraan untuk memeriahkan tujuan acara tersebut atau secara tersamarkan untuk melindungi kepentingan kampanye politik.
Wacana ini mendiskusikan mengenai Kenduri Nelayan; Ritual atau Politis ?. Kajian antropologi pariwisata menjadi aspek penting dalam mendiskusikan lebih lanjut mengenai acara Kenduri Nelayan tersebut. Aspek politik juga turut ambil bagian dalam kajian antropologi, pariwisata maupun gabungan keduanya, yaitu antropologi pariwisata.

Deskripsi Kenduri Nelayan
Istilah Kenduri Nelayan yang dipergunakan sebagai tema acara di Pantai Putra Deli- Deli Serdang berasal dari istilah Kenduri Laut yang berarti sebagai suatu jamuan yang diadakan masyarakat sebagai ucapan atas keuntungan sumber daya kelautan. Bentuk acara lain yang berkaitan dengan hal ini adalah acara Jamu Laut yang dapat didefinisikan sebagai proses menjamu atau memberi penghormatan dan upeti kepada laut yang telah memberi keuntungan bagi kehidupan masyarakat.
Acara Kenduri Nelayan bertempat di daerah Pantai Putra Deli, Kecamatan Pantai Labu – Deli Serdang, sebagai pelaksana utama acara tersebut adalah kelompok nelayan atau disebut Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia.
Dari segi acara dan pihak yang terlibat secara keseluruhan dipegang oleh pihak birokrat, hal ini tampak pada kehadiran tokoh-tokoh partai politik maupun mereka-mereka yang memiliki pengaruh secara politis. Kutipan dari Hutajulu (1995:640) mengatakan bahwa :

“Indonesia, the tourist industry is one on which the government has focused considerable attention in view of its potential contribution to the country's economic development.”

Orientasi pengembangan wisata Indonesia yang mengarah pada faktor ekonomis semata dan bahkan politis menyebabkan pengembangan wisata Indonesia mengalami kondisi yang stagnan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan penelitian terdapat beberapa hal yang mengarah pada aspek politis, seperti adanya spanduk dengan sponsor secara komersil, inkonsistensi terhadap penggunaan kata 'Kenduri Laut – Kenduri Nelayan', pelantikan HNSI. Terlihat pada gambar bahwa acara Kenduri Laut menjadi alat untuk melegitimasi kegiatan politik, tema utama acara secara jelas mendeskripsikan bahwa kegiatan yang berlangsung merupakan pelantikan dewan pimpinan cabang himpunan nelayan seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Deli Serdang. Sehingga secara implisit dapat dikatakan bahwa nelayan melakukan kegiatan kenduri atas pelantikan organisasi nelayan dan bantuan secara komersil melalui media promosi.
Harian Analisa (Senin, 24 Januari 2011 : 29) menurunkan berita dengan judul “Bupati Deliserdang Terima Audiensi Panitia Kenduri Laut Pantailabu”, judul tersebut memberi pandangan inkonsistensi terhadap acara yang akan dilaksanakan karena pada hari pelaksanaan, judul acara berganti menjadi “Kenduri Nelayan”. Pemikiran masyarakat nelayan mengenai “Kenduri Laut”, “Kenduri Nelayan” adalah dua hal yang berbeda. Dampak politis terasa pada berita yang diturunkan oleh Harian Analisa (Senin, 24 Januari 2011 : 29) bahwa kegiatan (Kenduri Nelayan) digelar dalam upaya membentuk rasa kebersamaan yang kokoh diantara sesama nelayan dan pengusaha yang bergerak di bidang kelautan maupun dengan pemerintah agar kesejahteraan nelayan kedepannya dapat lebih baik, sedangkan konsep awal “Kenduri Nelayan” adalah prosesi rasa syukur nelayan atas keselamatan, hasil laut yang mereka peroleh dalam satu waktu dan juga mengembangkan rasa kebersamaan diantara nelayan tersebut.

Musium Hidup ?
Tulisan Picard mengenai musium hidup memiliki penekanan terhadap suatu proses menjadikan kondisi musium yang bermaterikan masyarakat pengusung suatu kebudayaan, hal ini berdasar pada pengamatan yang dilakukan di daerah Bali. Dalam hal ini, konsepsi picard mengenai musium hidup tidak dengan otomatis dapat diterjemahkan dalam bentuk beberapa kegiatan budaya dengan orientasi pariwisata terutama pada fenomena kenduri nelayan di Deli Serdang.
Perlu kerjasama antar semua pihak untuk dapat mewujudkan suatu musium hidup yang berbasis masyarakat dan budaya, keseimbangan peran adalah modal untuk membangun musium hidup.
Rouffaer (dalam Picard, 27) memberi deskripsi yang menyeluruh tentang konsepsi awal musium hidup yang menekankan pada penjagaan nilai-nilai budaya Bali dari intervensi yang bertujuan untuk memberi kesan natural. Walaupun konsepsi musium hidup dan Balinisasi yang mereka tawarkan dapat juga dipandang sebagai upaya kolonial menancapkan pengaruhnya di nusantara.


Asah Hati, Kenduri Nelayan ?





Organisasi Budaya atau Politik ?



Referensi

Hutajulu, Rithaony. Tourisms Impact on Batak Toba Ceremony. : Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Performing Arts in Southeast Asia 151 (1995), no: 4, Leiden, 639-655

Picard, Michael. Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2006

Harian Analisa, edisi Senin, 24 Januari 2011



Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAGAS GODANG; Simbol Ornamentasi Rumah Tradisional Mandailing

Antropologi Visual

Krisis Metode Penelitian Antropologi (Observasi Partisipasi Dan Kedudukan Peneliti Dalam Suatu Penelitian Antropologi)