LOCAL GENIUS MAKANAN TRADISIONAL DALAM STRATEGI GIZI

Kajian food anthropology dalam kuliner pengetahuan lokal (Konseptualisasi)



 Avena Matondang




Arus perkembangan zaman secara implisit berdampak pada perubahan pola makanan masyarakat, salah satunya tampak pada makanan remaja masa kini yang menggandrungi makanan cepat saji. Secara definitif, masakan cepat saji dapat diartikan sebagai makanan yang cepat dalam penyajian dan mengandung nilai efektifitas tinggi sejalan dengan kehidupan modern yang menekankan pada percepatan dalam setiap aspek kehidupan.

Masyarakat sebagai kelompok pendukung kebudayaan memiliki basis pengetahuan lokal dengan mengambil dasar pemikiran pada faktor ekologis-sosio-kultural yang tepat guna dalam kehidupan sehari-hari, dalam dimensi makanan (kuliner) masyarakat bergantung pada lingkungan sebagai penyedia bahan baku makanan dan sosio-kultural yang berperan sebagai pengetahuan pengolahan makanan. Pengetahuan tentang makanan tersebut tersimpan dalam kognitif masyarakat dan diteruskan melalui transmisi pengetahuan antar generasi, pada beberapa kasus tertentu, transmisi pengetahuan tersebut terdistorsi oleh pengaruh lingkungan luar yang membawa paradigma baru terhadap makanan.
Paradigma makanan yang disesuaikan dengan waktu, tempat dan nilai memiliki dua akibat yang saling bertolak-belakang, yaitu akibat positif dan negatif. Akibat positif lebih menekankan pada aspek waktu yang meliputi efektifitas bahan dan jenis makanan, efektifitas pengolahan bahan makanan dan efektifitas sumber bahan makanan sedangkan dampak negatif memberikan porsi pada kesesuaian bahan makanan dengan pola lingkungan, tata-cara pengolahan makanan hingga pada nilai asupan gizi yang dikandung oleh makanan tersebut.
Kuliner tradisi adalah bentuk materi dari suatu kebudayaan masyarakat, Cowal mengatakan hal tersebut sebagai :
"Culinary tradition here is really peasant food raised to the level of high and sophisticated art (1990, pp. 1–2)."
Counihan (2004) memberikan pandangan mengenai pengolahan makanan yang berakar pada tradisi, hal tersebut didefinisikan sebagai berikut :
“Cooking for some women was an expression of creativity and caring; for others it was a burdensome obligation (2004:1)."
Aspek kreatifitas menjadi fokus utama dalam pengolahan makanan sebagai dampak dari strategi lingkungan dan pola-pola adaptasi masyarakat.
Makanan juga memiliki simbol keterkaitan dalam kehidupan masyarakat yang kompleks, seperti simbol hubungan makanan dengan ingatan masa lalu, simbol hubungan makanan dengan tingkatan sosial masyarakat dan simbol hubungan makanan dengan gender.
Kuliner yang berdasarkan nilai budaya hal ini diungkapkan oleh Adapon :
"Food carries meaning, and foodstuffs can be social or cultural symbols (2008:47),"
  yang dapat diartikan bahwa kuliner membawa serta arti atau definisi dan perlengkapan dalam kuliner dalam ranah sosial atau simbolisasi budaya.
Konsep mengenai aspek kuliner dalam perspektif antropologi sebagaimana diungkapkan oleh Helstosky (dalam Counihan, 2004:17-18)
"They were affected by similar economic imperatives, nutritional science precepts, political policies, and expert advice in nutrition, domestic science, and cuisine,"
dan lebih lanjut Coounihan menambahkan bahwa :
“food to define an identity grounded in their illustrious history ... to express the connection between food, history, and identity (2004:18)."
Konsepsi yang ditawarkan oleh Helstosky tersebut memberi penekanan terhadap aspek yang berkaitan dengan kuliner, seperti aspek ekonomis suatu kuliner, nutrisi, kebijakan dan kuliner sebagai bentuk ekspresi yang menghubungkan antara kuliner dengan jenis makanan, sejarah perkembangan serta identitas. Pola-pola simbol yang saling berhubungan tersebut menjadi kekayaan pengetahuan lokal masyarakat yang adaptif dan mampu menciptakan nilai-nilai kultural yang menyimpan kekayaan khasanah suatu kebudayaan.
Relasi-relasi yang tampak dari kuliner dikonsepkan oleh Adapon sebagai :
"Though much has been written about food in anthropology, there has been more focus on is- sues such as gender, poverty, identity or symbolic staple foods, and often in the con- text of ritual occasions (2008:29)."
Secara sederhana, wacana ini dikembangkan karena beberapa kekhawatiran mengenai masakan-masakan tradisional yang pudar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tergantikan dengan makanan cepat saji. Pada tingkatan lanjutan, wacana ini merupakan refleksi atas jargon kehidupan dalam era 21 yang berkisar pada konsepsi back to nature. Sebagai ilustrasi perubahan tersebut dapat dilihat dari pudarnya pengetahuan masyarakat mengenai fungsi makanan yang bergeser dari estetika kenikmatan dan gizi menjadi sekedar penahan rasa lapar.




Referensi :


Adapon, Leonora Joy (2001), The Art of Mexican Cooking: Culinary Agency and Social Dynamics in Milpa Alta, Mexico, PhD dissertation, Social Anthropology, London School of Economics and Political Science, University of London.


Adapon, Leonora Joy (2008), Culinary Art and Anthropology, New York, Berg Publisher.

Counihan, Carole M (2004), Around the Tuscan Table; Food, Family and Gender in Twentieth-Century Florence, London, Routledge.

Cowal, Victoria Robbins (1990), Food in the History of Central Mexico: A Living Tradition, master’s thesis, Faculty of Social Studies, University of the Americas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAGAS GODANG; Simbol Ornamentasi Rumah Tradisional Mandailing

Antropologi Visual

Krisis Metode Penelitian Antropologi (Observasi Partisipasi Dan Kedudukan Peneliti Dalam Suatu Penelitian Antropologi)