POSEUR, IS THAT YOU ?
Beberapa hari lalu ketika
acara peluncuran perdana Degil Zine di Burgerito diwarnai
ludahan hujan yang melukis malam dengan warna rintik dan deras,
sebenarnya aku sudah terlampau bosan untuk hadir di acara seperti itu
tapi tak apa kurasa sebagai penanda dan kesediaan berhadir setelah
diundang oleh gitaris merangkap vokalis Selat Malaka, Albert.
Kenapa bosan ? Ya, rasa
bosan yang menyeruak kurasa adalah hal yang wajar ketika kuping
diperdengarkan dengan dentuman bunyi dan suara yang monoton; di
jalanan, di televisi, itu-itu saja seperti tokoh legislatif di gedung
kura-kura. Tapi tak apalah kurasa masih dalam taraf bosan, belum
meningkat pada taraf memuakkan.
Degil Zine yang
baru muncul dalam arus peradaban kota penuh lubang dan kepura-puraan
ini bisa jadi menjadi penawar kerinduan akan zine musik (walau
aku berharap banyak zine ini tidak hanya berbicara musik
melulu; melainkan sastra, budaya, sosial nir-politik praktis, dengan segala kenyinyiran paling radikalis bin anarkis) dan
segala tikung selingkuh yang menaunginya. Pada edisi pertamanya yang
kubaca, aku merasa ada aura perubahan pandangan akan musik yang tak
hanya diisi oleh anak muda yang terkurung dibalik jendela kamar dan
dilibas mamaknya hanya gara-gara ketahuan merokok atau me-makan uang sekolah untuk uang latihan nge-band.
Perubahan yang
ditawarkan bercengkrama dengan zaman, tak lagi memperbincangkan sisi
teknis semata melainkan isi dari musik itu sendiri. Kembali pada
waktu sepuluh, lima belas tahun yang lalu di kota ini menyuguhkan ide bermusik yang menurutku membosankan; lihat saja sekumpulan
rambut poni lempar atau juga musik ala british
yang lagi-lagi tak bisa membedakan konsep indie
sebagai semangat bermusik dengan aliran musik (?).
Sekiranya
akan lengkap 'pabila Degil Zine
mempersembahkan satu reportase musik tradisional dan juga pertunjukan
repertoire musik tradisional pada masa yang akan datang, tidak hanya
menyungguhkan kesegaran ditengah kejenuhan dan juga mendekatkan unsur
tradisi pada musik listrik modern !. Atau kiranya perlulah sesekali
Degil Zine menyambangi
rumah kerabat Mardi Boangmanalu di Pakpak Bharat, seorang anak muda
yang berprofesi rangkap sebagai organologis musik tradisional dan juga
pelaku kesenian tradisional Pakpak, untuk menambah referensi musik
yang sudah disesaki kepentingan kapitalis.
Atau
aku hanya bermimpi melihat penampilan kelompok bermusik (tanpa
istilah band) yang sudah kelewat superb
yang mampu mengolah rasa 'tak lagi mementingkan sisi teknis
permainan, gemerlap hippies groupies, melompati ritme dan menapaki tempo, menggubah bahkan
mendekonstruksi makna musik di kota ini ? Satu, dua, empat, enam
sejurus dengan jumlah jari tangan dan kaki pasti mereka bersembunyi
dan menolak menjadi poseur,
karena mereka poseidon
!.
Komentar