1000tenda dan Absurditas Kaum Milenial
1000tenda dan Absurditas
Kaum Milenial
Banyak yang mengejek kaum milenial dari keterikatan pada gadget, sikap individual hingga miskin
wacana, berangkat dari ejekan itu muncul jawaban menepis segala keraguan
terhadap kaum milenial, yakni kegiatan 1000tenda di Desa Meat, Kecamatan
Tampahan, Kabupaten Toba-Samosir. Desa yang harus dicapai oleh keinginan yang
kuat karena terbatasnya akses transportasi dari dan menuju desa tersebut serta
tentu saja akses jaringan internet yang terbatas (!). Beragam keterbatasan itu
didobrak oleh kaum milenial dengan unjuk praktik; kebersihan, berwacana
politik, jaringan yang luas, berbaur dan hal lainnya berlawanan dengan sikap skeptis
generasi sebelumnya.
Kegiatan 1000tenda di Desa Meat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten
Toba-Samosir tidak hanya sekedar anjangsana pada kehidupan luar-ruang layaknya
kegiatan camping lainnya melainkan
pula membawa misi mencerdaskan kaum milenial dengan tetap menautkannya pada
elemen kultural yang hakiki tanpa harus mencekoki dengan konsep-konsep
kebudayaan layaknya buku pelajaran, segalanya berjalan dengan organis di
1000tenda bahkan panitia dan masyarakat yang menyambut kedatangan 4500 orang
peserta adalah kolaboraksi (kolaborasi-aksi) yang apik mendedahkan konsep pembangunan masyarakat
berkelanjutan secara emik.
Nilai-nilai kultural secara antropologis dengan mudah dicairkan dalam
kegiatan 1000tenda, tiap individu dengan ramah bercengkrama dengan lainnya
tanpa perlu mempersoalkan latar belakang etnik, religi, asal bahkan politik sekalipun
(!). Barangkali Ruth Bennedict akan tersenyum simpul melihat kegiatan 1000tenda
melalui kutipan “The purpose of anthropology is to make world safe for human
differences,” kutipan yang digadang-gadang menjadi jargon multikulturalis.
Agaknya sulit menemukan acara “per-tenda-an” dengan mengusung konsep
yang mirip dengan kegiatan 1000tenda di Sumatera atau bahkan Indonesia yang
umumnya didominasi oleh kekuatan wacana lingkungan alam, anak muda kreatif dan
organisasi. Menjadi trademark bagi
1000tenda sebagai kegiatan yang berhasil dengan gelembungan kuantitatif peserta
dan kualitas acara yang menarik serta tak lupa pula dengan wacana kultural,
ekologi, kreatifitas, dan kaum milenial beserta atribusi tentunya. Tak heran
bila pada suatu panel diskusi kegiatan 1000tenda bertajuk “Milenial dan Dunia
tanpa Batas, Globalisasi dan Efeknya” muncul pertanyaan gugatan dari kaum
milenial terhadap isu ekologi dengan perspektif politik jauh dari hingar-bingar
buzzer sosial media yang kerap
berseliweran menawarkan endorse
produk atau juga menyikapi hoax
secara santai dan langsung ke tujuan tanpa harus bertele-tele dengan mukadimah
pertentangan kultur konservatif versus kultur kontemporer. Maka jangan heran
ketika dengan mudahnya dijumpai pada kegiatan 1000tenda praktik-praktik
kehidupan yang melintasi batas-batas strukturalis oleh kaum milenial yang dicap
apatis. Begitupun dengan masyarakat tempatan yang cair dan terbuka dengan
peserta kegiatan 1000tenda seperti layaknya keluarga batih yang saling
melengkapi, membantu secara ikhlas dan meluaskan ruang-ruang privat mereka
menjadi penggunaan secara bersama.
Akhirnya dapat dikatakan 1000tenda adalah kegiatan ekletik kultural,
kesenian, praktik kebersamaan, kreatifitas, belajar, ekologi, politik yang
bersatu dalam milenial. Sejalan dengan idiom menerima---memberi---berbagi yang
berhasil dipraktikkan dengan cair; peserta riang, masyarakat senang dan sampah
di bawa pulang sebagai kenangan akan zamannya.
Komentar