Covid-19; Perspektif Etnoepidemiologik
Diskusi Virtual 1/06/2020
jam 15.00-16.00 (+-15 menit)

Diskusi virtual yang diinisiasi oleh Prof. Usman Pelly, P.hD sebagai bagian kontribusi keilmuan antropologi untuk masa wabah Covid-19 ini mengetengahkan suatu persoalan perspektif kultural untuk menghadapi Covid-19 sebagai suatu pertemuan lintas keilmuan antropologi dan medis kedokteran mencakup pula institusi pemerintah sebagai regulator kesehatan di negeri ini. 
Kehadiran 4 narasumber; Prof. Usman Pelly, P.hD., dr. Maskur Ramadhan Gani, Avena Matondang dan dr. Kevin Imansyah Harahap (yang berhalangan hadir karena bertugas di rumah sakit) dimaksudkan untuk mempertemukan lintas keilmuan yang solutif terhadap fenomena wabah Covid-19. Paparan Prof. Usman Pelly, P.hD mengetengahkan pendekatan kultural yang adaptif terhadap kebijakan secara geografis (geo-politik secara administratif) terhadap penanganan wabah Covid-19, semisal perbandingan data secara kuantitatif mengenai nilai RO 1.4 menjadi RO 1 sebagai indikasi awal dimulainya masa "new normal" sebagai etape pandemi setelah tahapan "outbreak," dan pengejawantahan solusi kultural melalui edukasi komunikatif dari unsur religius untuk merekatkan jaringan sosial di masyarakat.
Begitupun dengan narasi dr. Maskur Ramadhan Gani yang memperbincangkan Covid-19 sebagai suatu persoalan medis yang tidak bersifat tunggal, diperlukan pendadaran multi-disiplin atau bahkan juxtaposition untuk menguatkan kebijakan kesehatan publik. Tenaga medis yang berada di garis depan menangani wabah Covid-19 memerlukan dukungan masyarakat dan ilmuwan multi-disiplin untuk menjalan protokol kesehatan secara maksimal. Narasi dr. Maskur Ramadhan Gani juga menyinggung persoalan varian Covid-19 sebagai transmisi global dan transmisi lokal dalam konteks wabah Covid-19 di Indonesia, Kota Medan secara khusus.
Diskusi virtual yang berlangsung selama kurang lebih satu jam ini juga mengetengahkan campurbaur istilah yang mewarnai wabah Covid-19 sebagaimana dikemukakan oleh Avena Matondang, seperti istilah "outbreak," "epidemi," "pandemi," "social distancing," "physical distancing," hingga "new normal." Narasi oleh Avena Matondang memandang penggunaan istilah asing yang brutal, tergesa-gesa dengan menyomot langsung tanpa memperhatikan kaidah "etnoepidemiologik," seperti: waktu, tempat dan individu yang menjadi dasar analisis epidemiologik. Contoh paling nyata adalah istilah "social distancing" yang kemudian dirubah menjadi "physical distancing" karena kebablasan mengartikan secara langsung menjadikan praktik absurd begitupun dengan "new normal."
Diskusi virtual ini dalam penutupnya sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Usman Pelly, P.hD. diperlukan keseriusan dalam penguatan nilai kultural sebagai bentuk strategi masyarakat menghadapi wabah Covid-19 melalui kanal komunikasi yang sederhana, cepat dan tepat serta pentingnya pemahaman multi-disiplin dalam melihat persoalan wabah Covid-19. Penutup dari dr. Maskur Ramadhan Gani adalah pentingnya edukasi kesehatan yang berbasis masyarakat untuk dapat mencapai hasil kebijakan kesehatan publik yang maksimal; semisal secara sederhana adalah cuci tangan dalam intensitas tinggi ketika beraktivitas luar maupun dalam ruang, penggunakan masker yang baik dan benar untuk menguatkan arti higienitas yang dapat mengurangi resiko dampak wabah Covid-19. 
Perjalanan diskusi virtual selama kurang dan lebih satu jam tidak dimaksudkan untuk menemukan jawaban melainkan membuka wacana terhadap fenomena wabah Covid-19 sebagai persoalan lintas keilmuan sebagai suatu persoalan epidemiologik diantara dimensi miasmatists dengan contagionist. Dan sebagai penutup kutipan Trostle (2005:41) dapat menjadi bahan refleksi bersama "... the tools and theories to understand these phenomena must be able to move between the intracellular and the interpersonal, tracing causal relationships among pathogens, behavior, power, and disease."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAGAS GODANG; Simbol Ornamentasi Rumah Tradisional Mandailing

Antropologi Visual

Krisis Metode Penelitian Antropologi (Observasi Partisipasi Dan Kedudukan Peneliti Dalam Suatu Penelitian Antropologi)