Salah ... Tidak Salah ... Benar ... Kurang Tepat


SALAH ... TIDAK SALAH ... BENAR ... KURANG TEPAT .


Avena Matondang



Dalam kehidupan sehari-hari dan dalam lingkungan sosial sering didengar kata "benar", "salah" maupun variasi kata tersebut seperti "tidak salah" dan "kurang tepat". Kalimat-kalimat tersebut bagi sebahagian orang mungkin tidak lebih dari sebentuk ungkapan kata yang mana makna dari kata tersebut banyak yang tidak memahami secara penuh, sehingga kata-kata tersebut sering "ditempelkan" bukan pada tempat semestinya.
Berbagai kalimat banyak menggunakan kata-kata tersebut sehingga kehilangan esensinya, sampai pada ranah sosio-kultural dan politik penggunaan kata tersebut telah beralih fungsi menjadi suatu stigma yang menyeramkan terkadang menyenangkan. Refleksi ini mencoba untuk memutar kembali ingatan dan memperbaharui "koleksi ingatan" dalam otak tentang makna kata tersebut dalam aplikasi hidup bermasyarakat.


Salah ... tidak salah ... benar ... kurang tepat.

Dalam suatu kehidupan masyarakat, struktur dan sistematis adalah kunci keberlangsungan dari kehidupan yang ideal dan normal, segala hal dan perbuatan yang dilakukan dan yang akan dilakukan selalu terikat dengan struktur dan sistem yang telah dibangun sebelumnya, tetapi mengapa sistem yang telah dibangun sebelumnya tidak selalu sesuai bagi sebahagian kalangan tentu dalam konteks ini sistem dan struktur membuka peluang untuk proses pengembangan pada struktur dan sistem yang sesuai bagi kalangan lainnya. Hal ini terkait dengan kata-kata yang mengandung konotasi penilaian (salah,tidak salah, benar, kurang tepat), penilaian sendiri memainkan peranan yang vital dalam kehidupan, sebagai manusia tentunya penilaian sangat penting sehingga memunculkan dua konsep yaitu penghargaan dan hukuman yang didasarkan pada penilaian.
Dari sekedar bentuk kata telah melambung menjadi persoalan pelik yang muncul dalam fenomena-fenomena yang kerap terjadi belakangan ini (Indonesia).
Berita terbaru adalah munculnya berbagai aliran yang konon katanya sesat dan menyesatkan, sebut saja seperti Lia "Eden", Mushaddeq, dan lain sebaginya, mereka adalah contoh kecil dari korban kekejaman sebentuk kata yang telah dilegitimasi menjadi bentuk penilaian yang konkrit atas hidup. Teori-teori yang berkembang dalam jagad ilmiah tidak pernah lelah dan habis untuk menjelaskan secara akademis bagaimana munculnya kepercayaan, agama, tuhan sampai pada ritual. Tetapi yang hadir dalam kehidupan sehari-hari adalah naluri "ke-binatang-an" yang merasuk dalam sendi-sendi manusia dengan tujuan berkuasa penuh atas kehidupan sehari-hari.
Contoh kasus seperti yang telah dijelaskan sebelumnya telah menunjukkan bahwa manusia bukan mahluk sempurna secara pikiran, kasus-kasus seperti ini tidak akan pernah hilang selama manusia belum bisa mencapai proses berfikir yang sempurna dimana pikiran dapat mengakomodasi keinginan orang lain dalam alam pikir diri sendiri. Telaah lebih dalam mengenai kasus-kasus bermunculannya berbagai aliran kepercayaan dimulai karena agama yang telah ada sebelumnya tidak dapat mengakomodir pemikiran berbagai jenis manusia yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta akal dan pikiran sebagai modal kehidupan. Perbuatan-perbuatan tersebut dengan enteng dihakimi dengan kata "salah" sehingga dengan modal tersebut dapat menghakimi orang lain yang notanbene adalah manusia yang layak hidup dan setara.
Kata dapat menjadi kontradiktif apabila penggunaan dan arti tidak dipahami secara penuh, sebagai contoh beberap waktu lalu salah satu stasiun televisi swasta Indonesia menayangkan proses "peng-islam-an" pengikut Mushaddeq di salah satu daerah, ketika pengikut tersebut diperintahkan mengucapkan dua kalimat syahadat oleh anggota yang kabarnya berafiliasi pada organisasi islam, meluncur kalimat syahadat yang tidak sesuai dengan kebiasaan umat islam umumnya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat, hal ini kemudian memicu tindakan destruktif oleh para anggota organisasi islam tersebut terhadap pengikut Mushaddeq. Hal ini seharusnya tidak terjadi apabila pikiran dapat berjalan sesuai kodratnya.
Agama islam sebagai salah satu agama dengan pengikut terbesar didunia harus dapat berfikir jernih tentang masalah ini, proses berfikir tidak dapat dibatasi oleh siapapun juga hal ini sejalan dengan pemikiran pengikut aliran Mushaddeq, sehingga apa yang mereka perbuat tidak layak dirintangi oleh siapapun, apakah oleh karena mereka mempraktekkan ajaran yang tidak sesuai dengan kebiasaan, kata kebiasaan dalam konteks ini berkaitan dengan agama yang umumnya dianut adalah islam, namun apakah mereka menyadari bahwa agama yang mereka anut merupakan agama yang pada umumnya didasari oleh keturunan bukan oleh pilihan hati dan pikiran, hal berikutnya adalah apakah model islam seperti sekarang inikah model ideal islam yang diharapkan semenjak zaman rasulullah s.a.w., jawabannya mungkin tidak karena islam yang diharapkan adalah islam yang dapat memberikan ketenangan bagi diri pemeluknya dan orang lain yang berbeda dengannya, lantas apakah mereka (oknum anggota organisasi yang mengatas-nama islam) dapat memberikan kata "salah" kepada mereka yang berbeda pandangan, lagi-lagi tidak karena hanya Tuhan yang dapat memberikan jawaban "benar" atau "salah", sebagai manusia kita hanya dimungkinkan untuk menasehati tanpa paksaan dan hanya sampai pada tahap memberikan kata "kurang tepat" bagi mereka-mereka yang berbeda pandangan.
Contoh kasus tersebut telah membuktikan bahwa kata "salah" dan "benar" tidak dapat dimaknai dengan sesungguhnya oleh manusia yang memiliki akal dan pikiran untuk bertindak, sekali lagi contoh kasus tersebut telah membuktikan bahwa kemampuan akal dan pikiran sebagai manusia belum sepenuhnya digunakan dalam kehidupan serta hilangnya makna kata-kata yang seharusnya tidak diisi oleh aspek penilaian.

Tulisan ini sebagai kunci pembuka pemikiran kepada alam pikir yang luas serta sebagai refleksi diri dan aplikasi nilai-nilai islami.
Al-quran dan Hadits adalah penuntun jalan kehidupan (dunia dan akhirat).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Sakit Deli Maatschappaij; Ikon Sejarah Kesehatan dan Aspek Legalitas

Krisis Metode Penelitian Antropologi (Observasi Partisipasi Dan Kedudukan Peneliti Dalam Suatu Penelitian Antropologi)

BAGAS GODANG; Simbol Ornamentasi Rumah Tradisional Mandailing