Menggali Diri Menemukan Inti; Pekerjaan Anak Muda di Masa Depan
[review]
Webinar 1000tenda seri 3
Menggali Diri Menemukan Inti; Pekerjaan Anak Muda di Masa Depan
Avena Matondang
Percakapan sore hari dipercaya sebagai bentuk komunikasi
yang hangat begitupun dengan webinar berjudul Pekerjaan Anak Muda di Masa Depan
yang dihelat oleh 1000tenda, RKI, FES dan Kemenko PMK sebagai strategi work from home menghadapi wabah covid-19
yang turut mengurungkan beberapa kegiatan perkemahan anak muda 1000tenda yang
sejatinya dilaksanakan sebagai kegiatan luar ruang. Tanpa meninggalkan tujuan
utama kegiatan 1000tenda berupa edukasi generasi muda yang peduli lingkungan
dan kompleksitas wacana kehidupan kaum milenial.
Perhelatan diskusi virtual Pekerjaan Anak Muda di Masa
Depan menghadirkan sosok Muhammad Faisal yang berkecimpung dalam dunia
penelitian generasi muda dan telah menghasilkan dua buku yang mengulas tentang
dunia kaum milenial, begitupun diskusi ini turut menghadirkan Avena Matondang
sebagai representasi akademisi dengan kajian antropologi yang menilik kehidupan
generasi muda dari perspektif antropologi. Menjadi lebih lengkap ketika
kehadiran dua sosok ini dimoderatori oleh Liston Damanik; anak muda, wartawan
dan pengalaman jurnalistik mumpuni.
Perbincangan diskusi dimulai dengan narasi kaum muda oleh
Liston Damanik sebagai moderator yang memaparkan batasan kaum muda secara
konseptual melalui definisi Wikipedia
yang merunut pada tahun kelahiran (1981-2000), yang secara langsung disambut
oleh Muhammad Faisal dengan beberapa definisi mengenai kaum muda dari beragam
perspektif, semisal perspektif usia, perspektif politik, ekonomi yang berujung
pada definisi generasi milenial global sebagai generasi yang terbentuk oleh
lintasan sejarah dan peristiwa; generasi muda pasca perang dunia 1, generasi boomers, generasi pasca perang dunia ke
2, flowers generation, baby boomer, gen x, gen y dan generasi
phi (millennial) yang kemudian
ditranslasi kedalam kehidupan di Indonesia sebagai terma generasi milenial
(dengan “L” tunggal).
Narasi historis yang membentuk garis peradaban generasi
muda masa kini didukung oleh proses adaptif sebagai bagian strategi kehidupan,
dalam narasi Muhammad Faisal generasi muda dan pekerjaan adalah proses
meminimalisir proses replikasi usaha sebagai bagian modal sosial walau
kemungkinan replikasi usaha generasi muda adalah bentuk mimesis yang selalu
muncul dalam bentuk pola yang sama namun dalam alunan asimetris. Narasi
generasi muda ini dikuatkan oleh perspektif antropologi yang diajukan oleh
Avena Matondang melalui serangkaian proses modernitas dengan meminjam pendapat
Appadurai (1996) sebagai perluasan modernitas melalui lima dimensi; dimensi
etno-kultural, dimensi teknologi, dimensi ideologi, dimensi media dan dimensi
finansial, sebagai kata-kata kunci yang tersembunyi untuk melihat mestizo generasi muda milenial.
Webinar menjadi
menarik ketika Liston Damanik sebagai moderator memancing perbincangan anak
muda dan pekerjaan di masa depan kearah praktik realita tantangan anak muda
untuk “berdamai” dengan kehidupan beserta atribusinya. Deskripsi antara dua
tokoh yang berkilau; Jack Ma dan Elon Musk oleh Muhammad Faisal berhasil
memberi gambaran jelas tentang pertarungan generasi muda mengenai ideologi
kemajuan zaman sebagai kontestasi antara kemapanan ekonomi dan capaian
teknologi, praktik realita generasi milenial terhadap pekerjaan adalah dua
narasi yang harus didedahkan secara terperinci, seperti membedakan antara
narasi teknologi (hasil) dengan narasi proses capaian teknologi sebagai dua
dimensi yang berbeda pada satu keping logam yang sama. Generasi milenial yang berkecimpung
di era revolusi industri 4.0 tidak
serta merta menjadi paralel antara gadget
and users, terdapat dinding pemisah yang menjadikan proses adaptasi
generasi milenial berbeda ditiap wilayah geografis yang menguatkan dasar
pemikiran generasi milenial mengenai mengurangi proses replikasi perilaku untuk
menguatkan jatidiri generasi milenial yang memiliki kecepatan dan penguatan
sumber daya manusia berbasis ekologi tempatan. Proses generasi milenial tumbuh
dan berkembang di Indonesia dicatat secara seksama oleh Muhammad Faisal melalui
serangkaian proses etnografi yang dimaknai sebagai thick and thin description. Menyambung pendapat tersebut, Avena
Matondang menyebutkan bahwa anasir terhadap generasi milenial ditingkatan
wilayah geografis Provinsi Sumatera Utara bukanlah suatu hal yang
mengkhawatirkan mengingat generasi milenial tempatan memiliki kedekatan dengan
ekologi sebagai strategi berbasis kultural yang menguatkan arti penting
generasi milenial Indonesia di kancah global; pertanian, ferma kultur, kreatifitas,
komunitas dan ide. Gejala transnasional
menjadi suatu hal dihadapi secara seksama oleh generasi milenial untuk
menguatkan idiom “think locally, act globally,” dan “glocality” sebagai penguatan sumber daya tempatan generasi milenial
untuk tidak sekedar memiliki kreatifitas terhadap pekerjaan melainkan juga
memunculkan suatu pekerjaan baru yang memiliki daya tahan terhadap perkembangan
ruang dan waktu.
Agaknya menjadi tantangan tersendiri ketika dunia
generasi milenial dilihat dari perspektif institusi negara dengan segala intrik
politik didalamnya, hal ini juga yang membawa repetisi permasalahan generasi
milenial berputar dalam labirin kebingungan, dalam artian generasi milenial
adalah alam fikir dan jawaban tersendiri untuk hal ini dengan memberi ruang
bagi generasi milenial untuk mengekspresikan diri dan kemampuan tanpa
embel-embel kekuasaan (Negara), realita masuknya negara dalam kehidupan sosial
generasi milenial menjadi sinyalemen kuat hadirnya unsur patronase yang memberi batasan gerak; monoton dan membosankan atau
bahkan kemunculan primordialism
secara brutal sebagai bentuk pelarian dari kekangan kebebasan ekspresi generasi
milenial.
Diskusi webinar
seri ketiga yang dilaksanakan ini bagaikan oase generasi milenial ditengah
kepungan kekeringan ide dan kreatifitas (ditambah wabah covid-19) mengenai
korelasi anak muda dan pekerjaan di masa depan dengan menguatkan arti
eksistensi diri yang bermodal pada entitas individu generasi milenial selain
proses kontemplasi sebagai salah satu cara yang diajukan untuk menemukan
ekuilibrium antara generasi muda dan pekerjaan sebagai proses tumbuh kembang
benih pohon yang berakar ditanah dan menjulang tinggi dengan dedaunan yang
memberi ruang adaptif. Sejatinya generasi milenial akan menemukan dan
menjalankan pekerjaan yang diinginkan bukan lagi pekerjaan tuntutan.
***
Komentar